Sabtu, 10 Januari 2009

DIALOG BUDAYA PW. IPNU SULSEL DAN IAPAN UP MAKASSAR







Makassar, Risalah IPNU SulSel
Lontarak, khazanah sastra klasik yang dimiliki leluhur suku Bugis (to-ugi) di Sulawesi Selatan, kini dihadapkan pada realitas “tenggelam” di tengah arus transformasi tanpa “dinding” budaya di era globalisasi. Melihat situasi seperti ini, Ikatan Alumni Pesantren An-Nahdlah (IAPAN) dan IPNU SulSel menggelar dialog budaya akhir tahun, dengan tema: Relasi Tradisi Lontarak dan Tradisi Pesantren di Kampus I Pesantren An Nahdah, Ahad (28/12).Tradisi Lontarak ini memiliki relasi-hubungan dengan tradisi Islam dan tradisi pesantren. Nilai-nilai tradisi dan budaya lokal mengalami proses asimilasi dan akulturasi bahkan internalisasi dengan ajaran Islam sehingga tidak mengalami perbenturan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan dakwah Islam yang memiliki sejarah panjang dalam dakwah Islam di Indonesia memiliki tanggung jawab memelihara tradisi Islam yang terdapat pada naskah klasik tersebut. Sedikitnya 30-an jilid koleksi lontara kini dimiliki pesantren An Nahdlah dan diharapkan dapat diakses oleh para santri, alumni dan para Pembina pesantren dengan target untuk membangun kesadaran historis kaum santri, dalam menghargai dan mengkaji khazanah leluhurnya yang berkaitan dengan hostorisitas Islam di Sulawesi Selatan. Sejumlah khazanah klasik yang memiliki relasi tradisi lontara dan pesantren diantaranya: Suret-Suret Panggaja Nabi, Pau-paunna Esso Rimunri, Budiistiharah, Riwayatna Tuanta Salamaka. Kegiatan yang dihadiri kurang lebih 1000 orang ini yang menjadi keynote speaker adalah Drs. KH. Muh. Harisah AS, pimpinan Pesantren An Nahdlah UP Makassar dengan moderator Dr Firdaus MA. Pembicara yang hadir diantaranya adalah Drs Muhammad Salim, sejarawan dan budayawan Sulawesi Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar